Selasa, 10 April 2012
PSAK NO.1 (Revisi 2009) Komponen Laporan Keuangan Lengkap, Penyajian Laporan Keuangan, dan Extraordinary Items
05.59 |
Diposting oleh
AL_fhiesya |
Edit Entri
1. Pendahuluan
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka
salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan
keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah
satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan
informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa
kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan
keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk
angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk
menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan
komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan
keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1
(Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009
yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan
dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1
tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa
saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan
bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa
(extraordinary items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan
keuangan.
2. Istilah dan Perubahan
Istilah
Dalam PSAK 1 (Revisi 2009) terdapat beberapa istilah baru yang
diungkap dan terdapat juga beberapa istilah yang telah berubah jika
dibandingkan dengan PSAK 1 tahun 1998. Istilah-istilah baru yang diungkap dalam
PSAK 1 (Revisi 2009), yang sebelumnya tidak diungkap dalam PSAK 1 (Revisi
1998), adalah:
1.
catatan atas laporan
keuangan
2.
laba atau rugi
3.
laporan keuangan
bertujuan umum
4.
material
5.
pemilik
6.
pendapatan
komprehensif lain
7.
penyesuaian
reklasifikais
8.
standar akuntansi
keuangan
9.
tidak praktis
10. Total Laba rugi komprehansif
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah
1.
Penggantian istilah
“kewajiban” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “liabilitas” pada PSAK 1 (Revisi
2009).
2.
Penggantian istilah
“aktiva” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “aset” pada PSAK 1 (Revisi 2009).
3.
Penggantian istilah
“neraca” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “laporan posisi keuangan” pada PSAK
1 (Revisi 2009)
Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi
2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah “Pos Luar Biasa”, sedangkan
PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya
adalah, mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1
(Revisi 2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan.
Alasan akan hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.
3. Komponen Laporan Keuangan
Lengkap
Berdasar pada PSAK 1 (Revisi 2009), komponen laporan keuangan
lengkap mengalami perubahan dari yang tadinya hanya mencakup lima item,
sekarang mencakup enam item. Berdasar PSAK 1 (Revisi 1998), komponen laporan
keuangan lengkap meliputi:
1 neraca,
2 laporan laba rugi,
3 laporan perubahan
ekuitas,
4 laporan arus kas,
dan
5 catatan atas laporan
keuangan.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada
tanggal 15 Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode tahun
buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan
yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1 laporan posisi
keuangan pada akhir periode
2 laporan laba rugi
komprehensif selama periode
3 laporan perubahan
ekuitas selama periode
4 laporan arus kas
selama periode
5 catatan atas laporan
keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lain; dan
6 laporan posisi
keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan
suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali
pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam
laporan keuangannya.
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No.
1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan
utama yaitu:
1.
perubahan pada laporan
laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang
harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif
2.
PSAK 1 (Revisi 1998)
tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif
yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan
laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total
pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan
komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya
laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup
(paragraf 7):
1.
perubahan dalam
surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan
PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud)
2.
keuntungan dan
kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK
24: Imbalan Kerja
3.
keuntungan dan
kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat
PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing)
4.
keuntungan dan
kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai
‘tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen
Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
5.
bagian efektif dari
keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus
kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) :Instrumen Keuangan : Pengakuan dan
Pengukuran)
4. Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan yang dituangkan
dalam PSAK No.1 merupakan adopsi dari IAS 1 Presentation of Financial
Statements(2009). Terdapat beberapa perbedaan berdasar PSAK 1 (Revisi 2009)
dengan PSAK 1 (Revisi 1998). Beberapa perbedaan terkait penyajian laporan
keuangan di antaranya:
1.
Dalam paragraf 9 PSAK
1 (Revisi 2009), laporan keuangan menyajikan beberapa informasi mengenai
entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk
keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya
sebagai pemilik, serta arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan
dan beban, serta arus kas.
2.
PSAK 1 (Revisi 2009)
tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan
PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan
paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
3.
Paragraf 84 PSAK 1
(Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian “pos luar biasa” dalam laporan
laba rugi komprehensif (akan dibahas spada bagian berikutnya).
4.
Dalam paragraf 78 PSAK
1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos penghasilan dan beban yang
diakui dalam satu periode dapat disajikan dengan dengan memilih salah satu
format berikut:
·
Dalam bentuk satu
laporan laba rugi komprehensif, atau
·
Dalam bentuk dua
laporan, yaitu:
i. Laporan yang menunjukkan
komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah), dan
ii. Laporan yang dimulai dengan
laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan laba
rugi komprehensif)
5. Mengapa Pos Luar Biasa (Extraordinary
Items) Dihilangkan?
Tidak kita pungkiri bahwa sudah menjadi
perdebatan sejak lama tentang apa yang harus dimasukkan dalam net
income, apakah hanya kegiatan yang berasal dari aktivitas operasi ataukah
juga memasukkan kegiatan yang berasal dari aktivitas tidak biasa (irregular
items). Isu ini sangat penting mengingat tidak sedikit jumlah irregular
item yang dilaporkan oleh entitas.[1] Berdasarkan pendekatan modified
all inclusive concept, perusahaan dapat melaporkan irregular items sebagai
bagian dari net income-nya. Salah satu irregular items adalah
pos luar biasa (extraordinary items)
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian
yang tidak berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal
perusahaan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus
dikaitkan dengan kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik
perusahaan. Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan
yang terletak di negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian
yang biasa saja, tetapi kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia
(yang jarang terjadi gempa) dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa.
Ini mengandung makna kriteria “luar biasa” akan berbeda antara satu perusahaan
dengan perusahana lainnya sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat
mengkategorikan suatu kejadian masuk dalam “pos luar biasa”.
Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika
memenuhi 2 persyaratan berikut:
1.
Bersifat tidak normal;
kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki tingkat abnormalitas yang
tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan normal perusahaan.
2.
Tidak sering terjadi;
kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering terjadi dalam kegiatan
normal perusahaan.
Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan
apakah peristiwa atau transaksi dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka
entitas perlu mempertimbangkan lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi.
Sebagai contoh Weyerhaeuser Company (forest and lumber)memasukan
pos luar biasa atas terjadinya aktivitas volkanik pada gunung St. Helens
sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini menghancurkan logistik, bangunan,
equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi Weyerhaeuser Company kerugian
yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut sangat jarang terjadi dan
bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan sebagai extraordinary
items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak didaerah
rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya aktivitas
volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items.
Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1
(Revisi 2009) Tidak diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban
sebagai “pos luar biasa” dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba
rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini
menunjukkan bahwa memang standar kita sudah tidak lagi memperkenankan
disajikannya pos luar biasa dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos
luar biasa dalam laporan laba rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25
mengenai ‘Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan
Perubahan Kebijakan Akuntansi’, paragraf 10 – 14.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar
biasa tidak diperkenankan lagi disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat
ke belakang ketika terjadi tragedi serangan teroris di Amerika tanggal 11
september 2001 dan peristiwa terjadinya badai Katrina tahun 2005, seluruh media
di Amerika mengkatagorikan dua peristiwa tersebut sebagai “extraordinary.”
Namun FASB’s Emerging Issues Task Forces (EITF) menyatakan
bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari kejadian tanggal 11 September akan
menjadi tidak efektif dalam mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan
tanggal 11 September sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari
disediakannya laporan keuangan yaitu mengkomunikasikan secara efektif dan
jelas (informasi laporan keuangan). Alasan lain yang dikemukakan oleh EITF
adalah sulitnya “menangkap” akibat-akibat finansial dari serangan teroris pada
satu item laporan keuangan. Sementara menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary
items dari laporan keuangan karena terdapat kesulitan dalam memisahkan
efek-efek finansial dari satu kejadian dengan kejadian lain secara objektif.
Secara umum, alasan eliminasi extraordinary
items dari laporan keuangan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Terdapat
kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat dikatagorkan
sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan pos luar
biasa masih membutuhkan judgement.
2) Terdapat
kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena adanya serangan
teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang
lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain, terdapat kesulitan
untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang diduga sebagai extraordinary dengan
kejadian lain sebelum adanyaextraordinary.
3) Memisahkan kos
yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak
termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal
yang tidak praktis[2] , tetapi juga
merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan keuangan yang berfokus
pada informasi yang dapat membantu prediksi future earnings dan
akibat cash flow dari adanya kejadian–kejadian tersebut.
Sehingga udaha untuk memisahkan kos dalam ordinary atau extraordinary akan
menghalangi (bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan
4) Salah satu
katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi (infrequently
in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya
dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud
et al. (2007) bahwa memang sudah saatnya extraordinary items
dihilangkankarena telah cukup lama manfaat dari disajikannya extraordinary
item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan mengklasifikasikan suatu
kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah efek bottom-line atas
kejadian tersebut terhadap organisasi, karenaextraordinary items hanya
sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang bisa
dijadikan pertimbangan organisasi.
(Oleh: Yeni Januarsi)
Referensi
Massoud, Raiborn, and Humphrey. 2007.
Extraordinary Items: Time To Eliminate The Classification. CPA Journal
Burke, J.A. 2006. An Extraordinary Decision
Leads to Extraordinary Changes. CPA Journal
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar
Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009. Salemba Empat. Jakarta
Kieso, Weygandt, and Warfields. 2010. Intermediate
Accounting. Wiley.
[1] Survey dari 600
perusahaan besar menunjukkan bahwa lebih dari 40% perusahaan melaporkan restructuring
charges, sekitar 20% melaporkan baik extraordinary items atau
perubahan discontinued operation, dan banyak perusahaan yang
mencatat assets write-downatau laba penjualan aset.
[2] Dalam PSAK 1 (revisi
2009) dinyataka definisi tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya
setelah melakukan segala upaya yang rasional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
patrick is mine!
Patrick is Love
day month year
my facebook :)
About Me
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar