Senin, 18 Juni 2012
PSAK 30
09.34 |
Diposting oleh
AL_fhiesya |
Edit Entri
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
1 of 23
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
Dalam rangka pengembangan Prinsip Akuntansi Indonesia
(PAI) menjadi Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), maka Pernyataan Prinsip
Akuntansi Indonesia No. 6
tentang Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha telah
disesuaikan seperlunya
menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
30 tentang Akuntansi
Sewa Guna Usaha, yang telah disetujui dalam Rapat Komite Prinsip Akuntansi
Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1994 dan telah disahkan
oleh Pengurus Pusat
lkatan Akuntan Indonesia pada tanggal 7 September 1994.
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang
tidak material (immaterial
items)
Jakarta, 7 September 1994
Pengurus Pusat
lkatan Akuntan Indonesia
Komite Prinsip Akuntansi Indonesia
Hans Kartikahadi Ketua
Jusuf Halim Sekretaris
Hein G. Surjaatmadja Anggota
Katjep K. Abdoelkadir Anggota
Wahjudi Prakarsa Anggota
Jan Hoesada Anggota
M. Ashadi Anggota
Mirza Mochtar Anggota
IPG. Ary Suta Anggota
Sobo Sitorus Anggota
Timoty Marnandus Anggota
Mirawati Soedjono Anggota
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
2 of 23
KATA PENGANTAR
Perkembangan perekonomian Indonesia yang sedemikian pesat,
khususnya sejak
Pemerintah menggalakkan program deregulasi dan
debirokratisasi pada awal
dasawarsa 1980-an, telah mendorong peningkatan kebutuhan
yang mendesak
terhadap dana investasi yang harus dipenuhi melalui
berbagai alternatif sumber
pembiayaan. Tidak terkecuali kebutuhan dana investasi yang
dapat digali dari salah
satu alternatif sumber pembiayaan barang modal yang
relatif baru di Indonesia,
yaitu sektor leasing atau sewa guna usaha.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, timbul kebutuhan
yang mendesak pula
untuk menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat
digunakan sebagai
pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi
sewa guna usaha
sebagai salah satu cara pembiayaan di samping cara-cara
pembiayaan konvensional
yang lazim dilakukan melalui sektor perbankan dan pasar
modal.
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang beriaku saat ini
belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan untuk
transaksi sewa guna
usaha. Menyadari hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), Asosiasi Leasing
Indonesia (ALI), Direktorat Jenderal Moneter (DJM) serta
Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) telah mengadakan kerjasama untuk menyusun Pernyataan
ini, yang
dituangkan dalam Piagam Kerjasama tertanggal 10 Nopember
1989.
Berdasarkan Piagam Kerjasama tersebut, telah dibentuk
suatu Tim Perumus untuk
menyusun Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha, dengan
susunan anggota
sebagai berikut:
Ketua Drs. Jusuf Halim (IAI)
Wakil Ketua Drs. Karnedi Djairan (DJM)
Sekretaris Drs. Budi Purwanto (ALI)
Anggota Drs. Taufieq Herman M.A (DJP)
Anggota Drs. Bambang Heryanto (DJM)
Anggota Dr. Wahjudi Prakarsa (IAI)
Anggota Drs. Sobo Sitorus (DJP)
Anggota Drs. M.V. Adhiprabawa (ALI)
Anggota Drs. Muchtar Tumin (DJP)
Anggota Drs. Victor Panjaitan (DJM)
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 memuat konsep dasar,
prinsip, prosedur, metode
dan teknik akuntansi yang merupakan norma umum dalam
praktek penyusunan
laporan keuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak
luar (akuntansi
keuangan). Untuk melengkapi dan mengembangkan buku PAI
1984, maka
diterbitkan seri "Pernyataan" dan
"Interpretasi Prinsip Akuntansi Indonesia (IPAI)".
Di samping itu, sebagai pedoman dalam penyusunan laporan
keuangan industri atau
jenis usaha tertentu, lkatan Akuntan Indonesia juga
memandang perlu untuk
menerbitkan standar akuntansi dengan sebutan khusus.
Setelah diadakan
pengkajian secara mendalam baik dari sudut pengetahuan
maupun praktek
akuntansi, maka telah diperoleh kesepakatan untuk
menggunakan istilah "Standar
Khusus Akuntansi" bagi setiap Pernyataan PAI yang
khusus berlaku bagi suatu
industri atau jenis usaha tertentu.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
3 of 23
Sehubungan dengan itu Prinsip Akuntansi Indonesia
Pernyataan No. 6 ini disebut
"Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha". Standar
Khusus Akuntansi Sewa
Guna Usaha ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam perlakuan dan
pelaporan transaksi sewa guna usaha.
Jakarta, 19 September 1990
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
4 of 23
Prinsip Akuntansi Indonesia - Pernyataan No. 6 berjudul Standar
Khusus Akuntansi
Sewa Guna Usaha telah disetujui dalam rapat komite Prinsip Akuntansi lndoenesia
pada tanggal 15 September 1990 dan telah disahkan oleh
rapat pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 19 September 1990.
Jakarta, 19 September 1990
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
Komite Prinsip Akuntansi Indonesia
Hans Kartikahadi Ketua
Jusuf Halim Sekretaris
Hein G. Surjaatmadja Anggota
Katjep K. Abdoelkadir Anggota
Wahjudi Prakarsa Anggota
M. Ashadi Anggota
Mirza Mochtar Anggota
IPG. Ary Suta Anggota
Sobo Sitorus Anggota
Timoty Marnandus Anggota
Mirawati Soedjono Anggota
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
5 of 23
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Jenis-jenis Sewa Guna Usaha
3. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha
STANDAR AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
1. Dasar Pertimbangan
2. Tujuan
3. Kriteria Pengelompokan Transaksi Sewa Guna Usaha
4. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna (Lessor)
5. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewagunausaha (Lessee)
6. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha
oleh Perusahaan Sewa
Guna Usaha
7. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha
oleh Penyewa guna
usaha
TANGGAL BERLAKU
LAMPIRAN
Masalah Serta Perkembangan dalam Akuntansi Transaksi Sewa
Guna Usaha
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
6 of 23
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan
untuk pertama kalinya di
Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri
Perindustrian No. Kep-
122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 dan No. 30/Kpb/I/74
tanggal 7 Pebruari 1974
tentang "Perijinan Usaha Leasing". Sejak saat
itu dan khususnya sejak tahun 1980
jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna
usaha makin
bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk
membiayai penyediaan barangbarang
modal dunia usaha.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint
venture) bersama
perusahaan swasta nasional telah mampu mempopulerkan
peranan kegiatan sewa
guna usaha sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang
sangat dibutuhkan
para pengusaha di Indonesia, disamping cara-cara
pembiayaan konvensional yang
lazim dilakukan melalui perbankan.
Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan
definisi leasing atau sewa
guna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB
Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas yang
menyatakan:
"Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
berkala disertai dengan
hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang
bersangkutan atau me mperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa yang
telah disepakati bersama".
Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis
sewa guna usaha yang
lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha
pembiayaan. Namun demikian,
dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha
telah diperluas
sebagaimana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang
menampung definisidefinisi
berikut ini:
a. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company)
adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal
baik secara Finance Lease maupun Operating Lease
untuk digunakan oleh
Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran
secara berkala.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
7 of 23
b. Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha,
di mana Penyewa Guna
Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk
membeli obyek
sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati
bersama.
c. Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha
di mana Penyewa Guna
Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa
guna usaha.
d. Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan
atau perorangan yang
menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak
Perusahaan Sewa
Guna Usaha (lessor). "
Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah
pengertian dasar sewa guna
usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa
guna
usaha untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating
lease yang pada
hakekatnya merupakan usaha sewa-menyewa biasa.
Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi
perusahaan sewa guna
usaha untuk memperluas bidang usahanya yang mencakup baik
sewa guna usaha
pembiayaan (finance lease) maupun sewa-menyewa
biasa (operating lease) maka
dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan
standar akuntansi
keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
mencatat dan melaporkan
transaksi-transaksi sewa guna usaha sesuai dengan
karakteristik serta ruang lingkup
yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
tersebut. Kebutuhan ini
terutama lebih dirasakan pentingnya mengingat selama ini
belum ada ketetapan
tentang status hukum maupun perlakuan akuntansi yang jelas
mengenai transaksi
sewa guna usaha.
Di samping itu, meskipun kegiatan sewa guna usaha di
negara-negara maju relatif
lebih dikenal dan berkembang, perlakuan akuntansi atas
transaksi sewa guna usaha
ternyata masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan
rumit yang senantiasa
menjadi obyek pertentangan.
Masalah- masalah yang dihadapi dalam hubungan ini serta
perkembangan akuntansi
sewa guna usaha diikhtisarkan dalam Lampiran.
2. Jenis-jenis Sewa Guna Usaha
Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara
umum, termasuk dua jenis
sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan
Menteri Keuangan
tersebut, adalah sebagai berikut:
2.1 Finance Lease (Sewa Guna Usaha Pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha
(lessor) adalah pihak
yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha
(lessee) biasanya
memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama
perusahaan sewa guna
usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan
pemesanan, pemeriksaan
serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek
transaksi sewa guna usaha.
Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan
pembayaran sewa
guna usaha secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah
dengan
pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada,
akan mencakup pengembalian
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
8 of 23
harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya,
yang merupakan
pendapatan perusahaan sewa guna usaha.
2.2. Operating Lease (Sewa-Menyewa Biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha
membeli barang modal
dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna
usaha. Berbeda dengan
finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating
lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang
modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini
disebabkan karena
perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru
dari penjualan
barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui
beberapa kontrak sewa guna
usaha lainnya.
Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus
dari perusahaan sewa
guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang
modal yang
disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance
lease, perusahaan sewa
guna usaha dalam operating lease biasanya
bertanggungjawab atas biaya-biaya
pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun
pemeliharaan barang
modal yang bersangkutan.
2.3. Sales-Type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan)
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan
sewa guna usaha
secara langsung (direct finance lease) di mana
dalam jumlah transaksi termasuk
laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang
juga merupakan
perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini
seringkali merupakan suatu
jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.
2.4. Leveraged Lease
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya
tiga pihak, yakni
penyewa guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan
kreditor jangka panjang
yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna
usaha.
3. Pelaksanaan transaksi sewa guna uwha
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna
usaha dapat dilaksanakan
sebagai berikut:
3.1. Sewa Guna Usaha Langsung (Direct Lease)
Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah
memiliki barang modal
yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas
permintaannya perusahaan
sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.
Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan
pembiayaan melalui sewa
guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat
digunakan dalam proses
produksi.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
9 of 23
3.2. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Leaseback)
Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu
menjual barang modal
yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha
dan atas barang modal
yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha
antara penyewa guna
usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.
4. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa
guna usaha secara
bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu
penyewa guna usaha.
Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang
terlampau besar atau
karena faktor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna
usaha akan ditunjuk
sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha cukup
berkomunikasi dengan
perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang
menyangkut transaksi
sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan
baik melalui sewa guna
usaha langsung maupun penjualan dan penyewaan kembali.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
10 of 23
BAB II
STANDAR AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
1. Dasar Pertimbangan
Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri
Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan
bahwa sepanjang
perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas
barang modal obyek
transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna
usaha. Dengan
demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal
title) atas aktiva
yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa
guna usaha
meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha
tanggung jawab atas
penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna
usaha.
Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek
akuntansi, paragraf 35
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
menyatakan bahwa
laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi (economic
substance)
dari suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (legal
form).
Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha
yang berdasarkan makna
ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta
resiko yang melekat
pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut
harus dipandang sebagai
perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capital
lease) bagi penyewa guna
usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan (finance
lease) bagi perusahaan sewa
guna usaha.
Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang
berdasarkan makna
ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh
manfaat dan resiko yang
melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi
tersebut harus dipandang
sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease)
antara perusahaan sewa
guna usaha dengan penyewa guna usaha.
2. TUJUAN
Pernyataan ini dirumuskan berdasarkan beberapa alasan
berikut ini:
(a) Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan
transaksi sewa guna
usaha yang dapat mengungkapkan status aktiva yang
disewagunausahakan
baik bagi perusahaan sewa guna usaha maupun penyewa guna
usaha.
(b) Perlu adanya pedoman tentang keseragaman perlakuan
akuntansi transaksi
sewa guna usaha sehingga data keuangan yang disajikan
dalam laporan
keuangan dapat dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah
oleh semua pihak
yang berkepentingan.
(c) Dengan meluasnya transaksi sewa guna usaha di
Indonesia setelah kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur
pengungkapan yang layak
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
11 of 23
dalam standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan
para pemakai
laporan keuangan.
3. Kriteria Pengelompokan Transaksi Sewa Guna Usaha
Berhubung dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah
asas makna ekonomi,
maka suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan
sebagai capital lease
bagi penyewa guna usaha atau finance lease bagi
perusahaan sewa guna usaha
apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini:
(a) Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli
aktiva yang
disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan
harga yang telah
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa
guna usaha.
(b) Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa
guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga
perolehan barang
modal yang disewagunausaha serta bunganya, sebagai
keuntungan perusahaan
sewa guna usaha (full payout lease).
(c) Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi
maka transaksi sewa guna
usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating
lease).
4. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha
(Lessor)
4.1. Finance Lease
1 . Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan
harus diperlakukan dan
dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha. Jumiah
penanaman neto
tersebut terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha
ditambah nilai sisa (harga
opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha
pada akhir masa
sewa guna usaha dikurangi dengan pendapatan sewa guna
usaha yang belum
diakui (unearned lease income), dan simpanan
jaminan (security deposit).
2. Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai
sisa (harga opsi) dengan
harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan
diperlakukan sebagai
pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned
lease income).
3. Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus
dialokasikan secara
konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan
suatu tingkat
pengembalian berkala (periodic rate of retum) atas
penanaman neto perusahaan
sewa guna usaha.
4. Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal
kepada penyewa
guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka
perbedaan
antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna
usaha pada saat
penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai
keuntungan atau kerugian
periode berjalan.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
12 of 23
5. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan
transaksi Sewa Guna Usaha
harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode
berjalan.
4.2. Operating Lease
1 . Barang modal yang disewagunausahakan harus
diperlakukan dan dicatat sebagai
aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
2. Pembayaran sewa guna usaha (lease payments)
selama tahun berjalan yang
diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat
sebagai pendapatan sewa.
Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan
metode garis lurus
sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa
guna usaha
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap
periode.
3. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus
dilakukan dalam jumlah
yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka
perbedaan antara nilai buku
dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan
atau kerugian tahun
berjalan.
5. Perlakuan Akuntansi o leh Penyewagunausaha (Lessee)
5.1. Capital Lease
1. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat
sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga
opsi) yang harus
dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna
usaha. Selama
masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha
dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha
dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap
sisa kewajiban
penyewa guna usaha.
2. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai
tunai dari pembayaran
sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh
perusahaan sewa
guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa
sewa guna usaha.
3. Aktiva yang disewagunausaha harus diamortisasi dalam
jumlah yang wajar
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4. Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum
berakhirnya masa sewa guna
usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan
dengan sisa
kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
5. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai
kewajiban lancar dan jangka
panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha
penyewa guna
usaha.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
13 of 23
6. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali
(sales and leaseback)
maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua
transaksi yang terpisah
yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha.
Selisih antara harga
jual dan nila i buku aktiva yang dijual harus diakui dan
dicatat sebagai
keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi
atas keuntungan atau
kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara
proporsional dengan biaya
amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback
merupakan capital
lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila
leaseback merupakan
operating lease.
5.2. Sewa Menyewa Biasa {Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan
biaya sewa yang
diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama
masa sewa guna usaha,
meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah
yang tidak sama
setiap periode.
6. pelaporan dan pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha
oleh
Perusahaan Sewa Guna Usaha
6.1. Finance Lease
1. Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuiditasnya,
kewajiban dilaporkan
berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke
dalam unsur
lancar dan tidak lancar (unclassified balance sheet).
2. Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus
dilaporkan dalam
neraca dengan rincian sebagai berikut:
Piutang Sewa Guna Usaha Rp xxxxx
Nilai Sisa Yang Terjamin - xxxxx
Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang
Belum Diakui- (xxxxx)
Simpanan Jaminan - (xxxxx)
Penanaman Netto Sewa Guna Usaha Rp xxxxx
Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha
yang Diragukan (xxxxx)
Jumlah Penanaman Neto Rp xxxxx
3. Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga
seluruh pendapatan
dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok
biaya (single step).
Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai
komponen utama dalam
kelompok Pendapatan.
4. Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha
dalam sewa guna
usaha sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh
masing- masing pihak
secara proporsional sesuai dengan penyertaannya.
5. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan
atas laporan
keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
14 of 23
· Kebijakan
akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan
transaksi sewa guna usaha.
· Jumlah
pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun
berikutnya.
· Sifat
dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan
sewa guna usaha kepada penyewa guna usaha.
· Piutang
sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
· Sewa
guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
6. 2. Operating Lease
1. Barang modal yang disewagunausahakan dilaporkan
berdasarkan harga perolehan
setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya.
2. Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara
terpisah dari aktiva tetap
yang tidak disewagunausahakan.
3. Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa
sehingga seluruh
pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari
kelompok biaya
(single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan
sebagai komponen
utama dalam kelompok pendapatan.
4. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan
secara terpisah dari
penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan .
5. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan
atas laporan
keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
· Kebijakan
akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi
sewa guna usaha.
· Jumlah
pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun
berikutnya.
· Sifat
dari simpanan jaminan (jika ada)
· Aktiva
yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
· Sewa
guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
7. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi sewa Guna Usaha
oleh
Penyewagunausaha
7.1. Capital Lease
1. Aktiva yang disewagunausaha dilaporkan sebagai bagian
aktiva tetap dalam
kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang
bersangkutan harus
disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
2. Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan
atas laporan
keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut:
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
15 of 23
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar
paling tidak untuk 2 (dua)
tahun berikutnya.
· Penyusutan
aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan dalam tahun
berjalan.
· Jaminan
yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
· Keuntungan
atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya
sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
· Ikatan-ikatan
penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha
(major covenants).
7.2. Operating Lease
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan
atas laporan keuangan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
· Jumlah
pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang
dibebankan sebagai biaya sewa.
· Jumlah
pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak
untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
· Jaminan
yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
· Keuntungan
atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya
sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
· Ikatan-ikatan
penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha
(major covenants).
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
16 of 23
BAB III
TANGGAL BERLAKU
Pernyataan ini berlaku untuk transaksi sewa guna usaha
yang dilakukan selambatlambatnya
mulai tanggal 1 Januari 1991. Namun demikian penerapan
lebih dini
dianjurkan.
Transaksi sewa guna usaha yang telah dilakukan sebelum
tanggal 1 Januari 1991,
perlakuannya harus mengacu pada pernyataan ini mulai
tanggal 1 Januari 1991,
tanpa perlu melakukan pernyataan kembali (restatement)
terhadap laporan
keuangan yang telah dikeluarkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
17 of 23
LAMPIRAN
MASALAH SERTA PERKEMBANGAN DALAM
AKUNTANSI TRANSAKSI GUNA USAHA
Sebagaimana telah disinggung dalam Bab Pendahuluan,
meskipun tahap
perkembangan kegiatan sewa guna. usaha di negara-negara
maju sudah jauh lebih
lanjut relatif terhadap perkembangannya di Indonesia,
perlakuan akuntansinya
masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang
senantiasa menjadi
obyek pertentangan.
Misalnya, Leaseurope (organisasi yang mewakili
assosiasi-assosiasi leasing dari 16
negara-negara Eropa Barat) keberatan apabila kapitalisasi
sewa guna usaha
dilakukan oleh penyewa guna usaha karena pertentangan hak
atas aktiva yang
dikapitalisasi serta kerumitan yang inheren dalam
penerapannya. Penolakan ini
menunjukkan bahwa proses penerapan International
Accounting Standard (IAS) 17
di Eropa tidak selancar seperti yang diharapkan, karena
belum adanya kesepakatan
di kalangan profesi akuntansi dan para praktisi mengenai
perlakuan akuntansinya.
Demikian pula halnya di Amerika Serikat di mana penerapan
Statement of Financial
Accounting Standard (SFAS) 13 telah terbukt i mengalami
berbagai kesulitan.
Akibatnya, Statement tersebut terpaksa diikuti dengan
berbagai tindak lanjut di
antaranya melalui beberapa SFAS dan FASB Interpretation.1
Footnote :
1 SFAS S22, "Changes in the Provision of Lease
Agreements Resulting from Refunding of Tax Exempt Debt: SFAS 23,
"Inception of the Lease"; SFAS
26,"Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate"; SFAS 27,
"Classification of
Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or
Direct Financing Leases"; SFAS 29, "Determining Contingent
Rentals"; FASB Interpretation 19,"Lessee
Guarantee of the Residual Value of Leased Property"; FASB
Interpretation 23, "Leases of Certain Property
Owned by a Governmental Unit or Authority"; FASB Interpretation 24,
"Leases Involving Only Part of a
Building"; FASB Interpretation 26, "Accounting for Purchase of a
Leased Asset by the
Lessee During the Term of the Lease"; dan FASB
Interpretation 27, "Accounting for a Loss on Sublease".
Meskipun baru berkembang pada tahap dini, situasi yang
dihadapi di Indonesia tidak
jauh berbeda. Selama ini, perkembangan perlakuan akuntansi
transaksi sewa guna
usaha yang diterapkan oleh perusahaan sewa guna usaha dan
penyewa guna usaha
selama ini hanya mengacu pada berbagai sumber serta
ketentuan-ketentuan sebagai
berikut ini:
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri No.
SE-499/MD/1984 tanggal
24 Januari 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian
Laporan Perusahaan
Leasing. Butir 5 Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa:
"Neraca dan Perhitungan
Laba Rugi Perusahaan disusun berdasarkan finance method
dengan ketentuan
sekurang-kurangnya harus dapat mencerminkan secara jelas
posisi investasi dalam
leasing, aktiva lancar, aktiva tetap, hutang lancar/
jangka pendek, hutang jangka
panjang dan modal sendiri (equity) perusahaan pada periode
laporan".
Surat Edaran tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi
berdasarkan Keputusan Presiden
No. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
18 of 23
2. Exposure Draft Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1983
Pasal 13 Pada Bab III tentang
leasing menyatakan:
2.1. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan
untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran-pembayaran
secara berkala, disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan
tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang
jangka waktu sewa berdasarkan nilai sisa yang disepakati
bersama.
2.2. Akuntansi untuk lease berlandaskan pada konsep makna
ekonomi ("substance
over form"), yaitu dengan melihat pada makna/hakekat
dari transaksi yang
bersangkutan, apakah telah terjadi pemindahan secara
substantial atas
manfaat dan risiko yang inherent dalam pemilikan aktiva
yang disewakan.
Bila terjadi pemindahan risiko dan manfaat secara
substansial dari lessor
kepada lessee, lease demikian dikategorikan sebagai
"capital lease" oleh lessee,
dan merupakan "direct financing lease" atau
"sales-type lease" bagi lessor. Bila
terjadi hal yang sebaliknya, baik lessor maupun lessee
mempertanggungjawabkannya sebagai operating lease.
2.3. Perlakuan akuntansi untuk lease dalam laporan
keuangan lessee dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
2.3.1. Capital lease. Direfleksikan dalam neraca dengan
cara mencatat
timbulnya suatu aktiva dan kewajiban sebesar nilai
terendah dari nilai
tunai pembayaran sewa minimum selama periode lease atau
nilai wajar
aktiva yang disewa pada awal periode lease.
Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna
usaha
akan dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta biaya
bunga.
Aktiva yang disewagunausaha berdasarkan capital lease
serta akumulasi
penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara
terpisah
ataupun diungkapkan secara wajar dalam catatan atas
laporan
keuangan. Demikian pula dengan kewajiban karena suatu sewa
guna
usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai
kewajiban lancar
atau kewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan
ketentuan
yang lazim dilakukan. Penyusutan aktiva yang
disewagunausaha yang
dibebankan terhadap pendapatan harus pula diungkapkan.
2.3.2. Operating lease. Pembayaran sewa guna usaha dalam
suatu operating
lease dibebankan sebagai biaya sepanjang masa sewa guna
usaha pada
saat terhutang .
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan
berdasarkan
metode garis lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus
diakui
berdasarkan metode garis lurus kecuali terdapat dasar lain
yang lebih
sistematis dan mencerminkan pola waktu manfaat yang
diperoleh dari
penggunaan akt iva tersebut.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
19 of 23
2.4. Dari pihak lessor, perlakuan akuntansinya adalah
sebagai berikut:
2.4.1. Direct financing lease. Pada neraca dicatat
"tagihan pembayaran lease"
(lease payments receivable) sejumlah pembayaran sewa
minimum
ditambah unguaranteed residual value. Selisih nilai
tersebut dengan
biaya atau nilai buku aktiva yang disewakan, dicatat
sebagai
pendapatan yang ditangguhkan.
2.4.2. Sales-type lease. Perlakuan akuntansinya sama
dengan direct financing
lease. Satu hal yang membedakan sales-type lease dengan
direct
financing lease adalah adanya unsur "manufacturer's
or dealer's profit"
pada permulaan lease.
2.4.3. Operating lease . Lessor tetap mencatat aktiva yang
disewakan sebagai
aktiva tetap dan menyusutkannya sesuai dengan
kebijaksanaan
penyusutan yang normal. Pendapatan sewa harus dilaporkan
dalam
laporan laba rugi selama jangka waktu lease.
Usul ini telah diputuskan untuk ditangguhkan dan tidak
ditampung dalam
Standar Akuntansi Keuangan dengan catatan akan dikeluarkan
dalam suatu
pernyataan tersendiri.
3. International Accounting Standard (IAS) NO. 17
3.1. Pengelompokan Sewa Guna Usaha
Pengelompokan sewa guna usaha oleh IAS didasarkan pada
pandangan makna
ekonomi di mana risiko serta manfaat yang melekat pada
kepemilikan aktiva yang
disewagunausahakan ada pada pihak lessor atau lessee dan
bukannya berdasarkan
kontrak sewa guna usaha.
Suatu sewa guna usaha dikelompokkan sebagai finance lease
apabila seluruh risiko
serta manfaat yang melekat pada kepemilikan diserahkan
kepada lessee. Sewa guna
usaha jenis ini biasanya tidak dapat dibatalkan dan
menjamin lessor terhadap
pengembalian modal maupun pendapatannya dalam penanaman
sewa guna usaha
tersebut.
Sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria ini
dikelompokkan sebagai operating
lease.
3.2. Akuntansi Sewa Guna Usaha dalam Laporan Keuangan
lessor
Dalam pasal 48 dinyatakan bahwa suatu aktiva berdasarkan
finance lease harus
dicatat dalam neraca sebagai piutang sejumlah yang sama
dengan penanaman neto
dalam sewa guna usaha dan bukannya sebagai aktiva tetap.
Sedangkan dalam pasal 49 dinyatakan bahwa pendapatan dalam
finance lease harus
didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat
pengembalian berkala
yang tetap dan harus diterapkan secara konsisten.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
20 of 23
Dalam operating lease pendapatan sewa guna usaha harus
diakui berdasarkan garis
lurus selama masa sewa guna usaha atau dengan dasar lain
yang lebih sistimatis
dan tetap berdasarkan pola waktu pembentukan pendapatan.
Sedangkan penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus
diterapkan secara
konsisten berdasarkan kebijaksanaan umum lessor dalam
penyusutan aktiva tetap
lainnya.
Atas transaksi sewa guna usaha yang dilaporkan sebagai
finance lease
pengungkapan yang layak harus dilakukan pada setiap
tanggal neraca mengenai
jumlah bruto penanaman, pendapatan yang belum dihasilkan
serta nilai sisa aktiva
yang dilease yang tidak terjamin. Dasar yang digunakan
untuk pengakuan
pendapatan juga harus diungkapkan. Sedangkan apabila
sebagian besar kegiatan
usaha lessor terdiri dari operating /ease, pada setiap
tanggal neraca lessor harus
mengungkapkan jumlah aktiva berdasarkan pengelompokan
aktiva serta akumulasi
penyusutannya.
3.3. Akuntansi Sewa Guna Usaha Dalam Laporan Keuangan
Lessee
Dalam pasal 44 dinyatakan bahwa suatu finance lease harus
dicerminkan dalam
neraca lessee dengan mencatat aktiva dan kewajiban
sejumlah yang sama dengan
nilai pasar yang wajar atau dengan nilai tunai jumlah
pembayaran sewa guna usaha
berkala pada saat permulaan masa sewa guna usaha.
Sedangkan dalam pasal 47 dinyatakan bahwa dalam operating
lease pembebanan
biaya terhadap pendapatan harus merupakan biaya sewa (sewa
guna usaha) untuk
periode akuntansi yang bersangkutan dan diakui berdasarkan
metode yang sistimatis
serta mencerminkan pola waktu manfaat yang diperoleh
lessee.
Dalam finance lease, alokasi pembayaran sewa guna usaha
harus dilakukan terhadap
pengurangan pokok kewajiban lessee serta pembayaran bunga
berdasarkan tingkat
bunga yang tetap terhadap sisa kewajiban lessee. Suatu
finance lease
mengakibatkan timbulnya penyusutan atas aktiva yang
disewagunausahakan bagi
lessee. Kebijaksanaan penyusutan aktiva yang
disewagunausaha harus diterapkan
secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan penyusutan
aktiva tetap lainnya.
Apabila tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan
kepemilikan pada akhir
masa sewa guna usaha, nilai aktiva yang disewa guna usaha
harus disusutkan
seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada
masa sewa guna usaha
atau umur ekonomisnya.
Dalam transaksi sale-leaseback yang dilakukan secara
finance lease, kelebihan hasil
penjualan terhadap nilai buku tidak boleh segera diakui
sebagai pendapatan dalam
laporan keuangan penjual (lessee) melainkan pengakuannya
ditangguhkan dan
dialokasikan selama masa sewa guna usaha.
Apabila transaksi sale-leaseback ini dilakukan secara
operating lease berdasarkan
nilai pasar yang wajar, laba atau rugi harus langsung
diakui. Sedangkan apabila nilai
transaksi sale-leaseback itu dilakukan di atas nilai pasar
yang wajar, kelebihan
terhadap nilai pasar yang wajar harus ditangguhkan
pengakuannya dan dialokasikan
selama masa sewa guna usaha.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
21 of 23
Pada setiap tanggal neraca, pengungkapan yang layak harus
dilakukan terhadap
jumlah aktiva yang diperoleh melalui finance lease.
Kewajiban yang berhubungan
dengan sewa guna usaha harus dinyatakan secara terpisah
dari kewajiban lainnya
dengan membedakan bagian yang bersifat lancar dan jangka
panjang.
Ikatan untuk pembayaran sewa guna usaha minimum
berdasarkan finance lease
maupun dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan
dan jangka waktunya
melebihi satu tahun, harus diungkapkan dalam bentuk
ringkasan yang meliputi
jumlah serta masa berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.
Pengungkapan juga harus dilakukan terhadap data penting
seperti pembatasanpembatasan
di bidang keuangan, pembaharuan serta opsi untuk membeli,
pembayaran sewa yang masih harus dilakukan serta
ikatan-ikatan lainnya yang
ditimbulkan oleh adanya sewa guna usaha.
4. Statement of Financial Accounting Standard (SFAS) No.
13
4.1. Kriteria Pengelompokan Sewa Guna Usaha
SFAS No. 13 menentukan kriteria pengelompokan sewa guna
usaha berdasarkan
suatu konsep makna ekonomi yaitu apabila suatu sewa guna
usaha memindahkan
seluruh manfaat dan risiko yang melekat pada kepemilikan
aktiva, maka sewa guna
usaha harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva dan
terjadinya suatu
kewajiban bagi lessee, dan sebagai suatu penjualan atau
pembiayaan bagi lessor.
Dan apabila pada awal suatu sewa guna usaha terpenuhi
salah satu dari kriteria
berikut, maka sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai
capital lease bagi
lessee, apabila tidak, maka sewa guna usaha tersebut akan
dikelompokkan sebagai
operating lease.
Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat pemindahan
kepemilikan aktiva yang
disewagunausaha dari lessor kepada lessee.
2. Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat hak opsi bagi
lessee untuk membeli
aktiva yang disewagunausaha pada suatu tingkat harga yang
lebih rendah dari
taksiran nilai pasar yang wajar pada saat hak opsi
dilakukan.
3. Masa sewa guna usaha sama atau melebihi 75 % dari
taksiran umur ekonomis
aktiva yang disewa guna usaha.
4. Nilai tunai pada awal masa sewa guna usaha atas
pembayaran sewa guna usaha
minimum, tidak termasuk biaya biaya pelaksanaan, sama atau
lebih besar dari
90 % nilai wajar aktiva yang disewagunausaha.
Sedangkan bagi lessor untuk dapat dikelompokkan sebagai
direct financing lease
selain salah satu dari kriteria di atas, dua kriteria lain
juga mutlak harus dipenuhi.
Apabila tidak maka sewa guna usaha tersebut akan
dikelompokkan sebagai
operating lease.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
22 of 23
Kedua kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tertagihnya pembayaran sewa guna usaha minimum dapat
diramalkan.
2. Tidak terdapat ketidakpastian yang berarti terhadap
jumlah biaya yang
merupakan beban lessor atas suatu sewa guna usaha.
4.2. Akuntansi Sewa Guna Usaha Dalam Laporan Keuangan
Lessor
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa dalam direct financing
lease pembayaran sewa
guna usaha minimum ditambah dengan nilai sisa yang tidak
dijamin yang
diperhitungkan sebagai manfaat lessor harus dicatat
sebagai penanaman bruto
dalam sewa guna usaha.
Selisih jumlah penanaman bruto dengan harga perolehan akan
dicatat sebagai
pendapatan yang belum diakui yang akan dialokasikan selama
masa sewa guna
usaha untuk menghasilkan suatu tingkat pengembalian
berkala terhadap penanaman
neto dalam sewa guna usaha. Penanaman bruto dikurangkan
dengan pendapatan
yang belum diakui, akan merupakan penanaman neto dalam
sewa guna usaha.
Pengelompokan penanaman neto sebagai aktiva lancar dan
aktiva jangka panjang
dalam neraca dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Sedangkan dalam pasal 19 dinyatakan bahwa dalam operating
lease, barang modal
yang menjadi obyek sewa guna usaha akan dicatat sebagai
aktiva yang
disewagunausahakan, dan disajikan mendahului atau segera
setelah aktiva tetap
dalam neraca lessor. Penyusutan dilakukan berdasarkan cara
yang lazim dilakukan
lessor untuk penyusutan aktiva tetap lainnya dan akumulasi
penyusutannya
dikurangkan atas penanaman dalam sewa guna usaha tersebut.
Pembayaran sewa guna usaha dalam operating lease akan
dilaporkan sebagai
pendapatan selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang
oleh lessee sesuai
dengan ketentuan dalam kontrak sewa guna usaha.
Meskipun pembayaran sewa guna usaha berbeda dengan metode
garis lurus, namun
pengakuan sebagai pendapatan dilakukan dengan metode garis
lurus, kecuali apabila
terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan
pola waktu
pengurangan manfaat aktiva akibat penggunaan.
Pada setiap tanggal neraca dalam suatu direct financing
lease harus diungkapkan
secara layak jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum
yang harus diterima
untuk setiap tahun sampai tahun kelima, nilai sisa yang
tidak dijamin yang
diperhitungkan untuk manfaat lessor serta pendapatan yang
belum diakui.
Sedangkan untuk operating lease harga perolehan aktiva
yang disewagunausahakan
atau nilai sisanya apabila berbeda diungkapkan dengan
merinci berdasarkan sifat
dan fungsi kelompok aktiva disertai dengan akumulasi
penyusutannya masingmasing.
Jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum atas sewa guna
usaha yang
tidak bisa dibatalkan harus diungkapkan untuk setiap tahun
sampai tahun kelima
berikutnya.
PSAK No. 30 Akuntansi Sewa Guna Usaha
23 of 23
4.3. Akuntansi Sewa Guna Usaha Dalam Laporan Keuangan
Lessee
Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa dalam capital lease,
lessee harus mencatat
barang modal sewa guna usaha sebagai aktiva, dan kewajiban
pada suatu jumlah
yang sama dengan nilai tunai pembayaran sewa guna usaha
minimum selama masa
sewa guna usaha pada saat permulaan sewa guna usaha. Dalam
hal jumlah yang
ditentukan terhadap aktiva yang disewagunausaha melebihi
nilai pasar yang wajar
pada saat permulaan sewa guna usaha, jumlah yang dicatat
sebagai aktiva dan
kewajiban harus tetap berdasarkan jumlah nilai pasar yang
wajar. Selama masa
sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha akan
dialokasikan sebagai
pengurang kewajiban serta biaya bunga.
Aktiva yang disewagunausaha berdasarkan capital lease serta
akumulasi
penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara
terpisah ataupun
diungkapka n secara wajar dalam catatan atas laporan
keuangan. Demikian pula
dengan kewajiban karena suatu sewa guna usaha, harus
dinyatakan dan
dikelompokkan sebagai kewajiban lancar atau kewajiban
jangka panjang dalam
neraca sesuai dengan ketentuan yang lazim dilakukan.
Penyusutan aktiva yang disewagunausaha yang dibebankan
terhadap pendapatan
harus pula diungkapkan. Sedangkan dalam pasal 15 dinyatakan
bahwa biasanya
pembayaran sewa guna usaha dalam suatu operating lease
akan dibebankan sebagai
biaya selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang.
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan
berdasarkan metode garis
lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui
berdasarkan metode garis lurus
kecuali terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan
mencerminkan pola waktu
manfaat yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
Pengungkapan yang layak harus dilakukan dalam direct
financing lease terhadap
jumlah bruto aktiva yang disajikan berdasarkan sifat dan
fungsi aktiva serta jumlah
pembayaran sewa guna usaha minimum setiap tahun sampai
tahun kelima.
Pengungkapan yang layak dalam operating lease yang tidak
dapat dibatalkan harus
dilakukan terhadap jumlah pembayaran sewa guna usaha
minimum untuk setiap
tahun sampai tahun kelima.
Pembayaran sewa guna usaha yang merupakan biaya dalam
perhitungan rugi laba
yang disajikan harus pula diungkapkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
patrick is mine!
Patrick is Love
day month year
my facebook :)
About Me
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar