Senin, 18 Juni 2012
PSAK 32
09.38 |
Diposting oleh
AL_fhiesya |
Edit Entri
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32
AKUNTANSI KEHUTANAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32
tentang Akuntansi
Kehutanan disetujui dalam Rapat Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada
tanggal
24 Agustus 1994 dan telah disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan
Akuntan Indonesia
pada tanggal 7 September 1994.
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang
tidak material (immaterial
items)
Jakarta, 7 September 1994
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
Komite Prinsip Akuntansi Indonesia
Hans Kartikahadi Ketua
Jusuf Halim Sekretaris
Hein G. Surjaatmadja Anggota
Katjep K. Abdoelkadir Anggota
Wahjudi Prakarsa Anggota
Jan Hoesada Anggota
M. Ashadi Anggota
Mirza Mochtar Anggota
IPG. Ary Suta Anggota
Sobo Sitorus Anggota
Timoty Marnandus Anggota
Mirawati Soedjono Anggota
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
KATA SAMBUTAN
Assalamualaikum wr wb,
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa
bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan harus
digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
merupakan acuan bagi
penyelenggaraan pembangunan kehutanan. Amanat konstitusi
ini telah dilaksanakan
dalam kegiatan pembangunan selama ini dan akan dilanjutkan
pada kegiatan
pembangunan selanjutnya.
Pendayagunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana,
rasional, optimal,
bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya
dukungnya, dengan tetap
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta
dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi
pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan. Setiap pemanfaatan sumber
daya alam perlu
memperhatikan kaidah-kaidah bahwa daya guna dan hasil guna
yang dikehendaki
harus dilihat dalam batas-batas yang optimal, tidak
mengurangi kemampuan dan
kelestarian sumber daya lain yang berkaitan dengan
ekosistem dan memberikan
kemungkinan untuk mengadakan pilihan penggunaan dalam
pembangunan dimasa
yang akan datang.
Kerangka di atas adalah merupakan misi pembangunan
kehutanan yang dalam
pelaksanaannya perlu ditangani secara profesional.
Keberhasilan pembangunan
kehutanan tidak hanya diukur dari aspek ekonomi semata,
namun juga dari aspekaspek
sosial dan ekologi. Dari segi ekonomi harus mampu
memberikan
sumbangannya bagi pertumbuhan perekonomian nasional dan
pengembangan
wilayah. Dari segi sosial harus mampu menciptakan lapangan
pekerjaan,
pemerataan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Sedangkan
dari segi ekologi
dituntut untuk mampu menciptakan lingkungan yang mendukung
kehidupan dan
menjamin kelestarian hutan. Dengan demikian, maka
pengelolaan hutan yang
profesional dicirikan oleh kinerja yang berupa
Profitabilitas, Prosperitas dan
Sustainabilitas.
Kegiatan pengusahaan hutan, sebagai bagian dari upaya
pembangunan nasional
pada umumnya dan pembangunan kehutanan pada khususnya,
dituntut untuk dapat
terlaksana secara profesional pula. Salah satu unsur yang
turut berperan dalam
menciptakan pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan secara profesional
adalah
berupa tersedianya informasi secara benar dan memadai.
Arus informasi yang lancar
sangat diperlukan oleh pihak manajemen perusahaan
pengusahaan hutan maupun
oleh pihak pemerintah yang berwenang untuk melakukan
pembinaan. Salah satu
informasi yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang
perkembangan perusahaan pengusahaan hutan adalah berupa
Laporan Keuangan.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Adanya ciri-ciri khusus dari usaha dibidang pengusahaan
hutan yang antara lain
berupa siklus produksi yang panjang, keragaman sistem
simikultur yang digunakan,
hak dan kewajiban yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku, maka disamping
Prinsip-prinsip akuntansi yang telah ada diperlukan adanya
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan tentang Akuntansi Kehutanan. Dengan
Pernyataan ini
diharapkan dapat terjadi persamaan persepsi dalam
penyusunan dan penggunaan
laporan keuangan, sehingga dapat diperoleh kesamaan bahasa
bagi pihak-pihak
yang berkepentingan. Adanya informasi yang menyeluruh yang
tertampung dalam
laporan keuangan yang disusun berdasarkan Pernyataan ini
diharapkan pelaksanaan
kegiatan pengusahaan hutan dapat dilakukan dengan lebih
baik. Berbagai
kecenderungan yang terjadi pada setiap perusahaan dapat
diantisipasi sejak dini,
sehingga tidak akan terjadi masalah yang berlarut-larut.
Pernyataan ini juga
memudahkan dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan
pengusahaan hutan dan kewajiban-kewajibannya. Pembakuan
ini juga diharapkan
bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan untuk
mengikuti
perkembangan pengusahaan hutan melalui informasi laporan
keuangan yang dapat
memberikan gambaran mengenai pengusahaan hutan secara
wajar dan benar. Atas
tersusunnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tentang
Akuntansi Kehutanan
ini, kami atas nama segenap jajaran Departemen Kehutanan
mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI)
atas segala jerih payahnya sehingga karya besar ini dapat
terselesaikan dengan
baik.
Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terlebih
lagi masyarakat
konsumen, yang semakin mengkehendaki produk-produk yang
akrab lingkungan
(green products), maka keberadaan Pernyataan ini sebagai
alat bantu peningkatan
profesionalisme perusahaan semakin penting. Dengan
demikian perangkat ini
mempunyai sifat dan nilai yang strategis, sehingga semua
pihak yang terlibat
didalam kegiatan pengusahaan hutan perlu segera bersiap
diri dan
melaksanakannya.
Wassalamualaikum wr wb.
Jakarta, 7 September 1994
Menteri Kehutanan
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
KATA PENGANTAR
PENGURUS PUSAT IAI
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan perkembangan
dunia usaha yang
semakin kompleks, pihak-pihak yang terlibat dalam dunia
usaha memerlukan suatu
kerangka acuan yang dapat dijadikan sebagai pedoman
pengelolaan administrasi
keuangan yang baik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan lembaga profesi
yang menyusun dan
menghasilkan pedoman penyusunan dan penyajian laporan
keuangan. Produk ini
dahulu disebut sebagai Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Dalam perkembangannya
PAI disempurnakan dengan sebutan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
(PSAK). Pernyataan yang dihasilkan selama ini belum
mengatur praktek akuntansi
bagi industri pengusahaan hutan.
Sehubungan dengan itu, Ikatan Akuntan Indonesia dan
Direktorat Jenderal
Pengusahaan Hutan Departemen Kehutanan, telah menyusun
piagam kerja sama
untuk penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
tentang Akuntansi
Kehutanan dengan membentuk Tim Penyusun Standar Akuntansi
Kehutanan yang
terdiri dari:
TIM PENGARAH:
Ketua I : Ir. Djamaludin
Ir. Hendarsun Surya S.P.
Ketua II : Drs. Subekti Ismaun
Ketua Harian : Ir. Jozep Siahaya
Anggota : 1. Ir. Waskito Suryodibroto
2. Drs. Soemarso S.R.
3. Drs. V.J.H. Boentaran
4. Drs. Hans Kartikahadi
5. Drs. Ruddy Koesnadi
6. Ir. Soemarsono
7. Ir. Syahrir
8. Ir. Susatyo A. Y.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
TIM KERJA
Ketua I : Drs. Jusuf Halim
Ketua II : Ir. Permana Nuryayi
Anggota : 1. Drs. Ruchyat Kosasih
2. Drs. Alwi Syahri
3. Drs. Hein G. Surjaatmadja
4. Drs. Bambang Heryanto
5. Drs. J. Srijoko
6. Drs. Jan Hoesada
7. Ir. Baringin Hutajulu
8. J.L. Leo Verboon, Msc.
9. Drs. Edi Santoso
10. Ir. Eko Wardoyo
11. Ir. Anna Sumarna
12. Drs. Achmad Asnawi
13. Ir. Agus Djoko Ismanto, MDM
TIM TEKNIS
1. Dra. Rosmie Saleh, MBA
2. Drs. Afif Mahfoed
3. Drs. Yongky D. Widjaja
4. Drs. Handowo Dipo
5. Ir. Irzam Kasan
6. Drs. Budihardjo
7. Drs. Yusron Mulyadi
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
8. Dr. Ir. Hadi Daryanto
9. Ir. Bambang S.
10. Ir. Siti Laksmi Putri
11. Fitra Dewata, SE
SEKRETARIAT
1. Ir. Mursid Marsono
2. Drs. Richard Tanubrata
3. Ir. Walidi
4. Ir. Siti Hartati
Pernyataan ini mengatur penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi
perusahaan yang bergerak dan beroperasi di bidang
kehutanan, sehingga dapat
memberikan keseragaman dalam penyajian informasi dan dapat
digunakan sebagai
dasar yang andal dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, praktek yang bervariasi dalam perlakuan
akuntansi dan penyajian
laporan keuangan, yang meyebabkan laporan keuangan kurang
memiliki daya
banding antar perusahaan di bidang kehutanan, dapat
dihindari atau diperkecil.
Pernyataan ini tidak saja berisi pedoman teoritis mengenai
perlakuan akuntansi
untuk bidang kehutanan, tetapi juga mencakup unsur praktek
yang lazim berlaku
pada industri kehutanan.
Jakarta, September 1994
IKATAN AKUNTAN INDONESIA
DR. Katjep K. Abdoelkadir
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
DAFTAR ISI
paragraf
SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
Karakteristik Perusahaan Pengusahaan Hutan
Maksud dan Tujuan
Ruang Lingkup Penerapan
LAPORAN KEUANGAN
Neraca
Laporan Laba Rugi
Catatan Atas Laporan Keuangan
PENDAPATAN DAN BEBAN
Pendapatan
Beban
Beban Usaha
Beban Penghentian Produksi
AKTIVA
Persediaan
Hutan Tanaman Industri (HTI) Dalam Pengembangan
Biaya Ditangguhkan
KEWAJIBAN DAN EKUITAS
Pembangunan HTI
Kewajiban Pengusahaan Hutan
MASA TRANSISI
TANGGAL EFEKTIF
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
PENDAHULUAN
Karakteristik Perusahaan Pengusahaan Hutan
01 Proses produksi hasil hutan untuk mendapatkan kayu
bulat memerlukan waktu
yang panjang, dimulai dari penanaman, pemeliharaan dan
pemungutan, bergantung
dari riap (growth) tegakan hutan yang akan ditentukan oleh
rotasi/daur tanaman.
Untuk hutan alam dengan simikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI) diperlukan
rotasi tebang 35 tahun. Sedangkan untuk hutan tanaman,
daur ditetapkan sesuai
dengan kelas perusahaan atau jenis tanaman yang diusahakan
untuk fast growing
species, daur ekonomis paling cepat 8 tahun.
02 Pengertian hasil dalam pengusahaan hutan meliputi: (1)
hasil tebangan, (2) hasil
olahan, dan (3) hasil hutan lainnya. Setiap proses
pengusahaan masing- masing hasil
adalah spesifik dan memiliki ka rakteristik khusus. Proses
pengusahaan dan jenis
hasil juga saling berkaitan.
03 Perusahaan pengusahaan hutan, antara lain seperti
pemegang HPH/HPHTI,
memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan
pengusahaan hutan
(penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan
pemasaran) dan
pengelolaan areal HPH/HPHTI yang meliputi: fungsi
perencanaan pengusahaan
hutan, pengorganisasian perusahaan terutama pendayagunaan
tenaga teknis
kehutanan dan tenaga profesional pendukung kegiatan
pengusahaan hutan,
pelaksanaan pengusahaan hutan, perlindungan, pengawasan
serta pengamanan
hutan.
Maksud Dan Tujuan
04 Salah satu indikasi pelaksanaan pengusahaan hutan yang
baik oleh perusahaan
antara lain dapat dilihat dari laporan keuangan yang
disajikan.
05 Maksud dan tujuan Akuntansi Kehutanan adalah
terwujudnya pembakuan
perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan
perusahaan pengusahaan
hutan, seperti pemegang HPH/HPHTI, berdasarkan asas
keterbukaan, sehingga
dapat dipergunakan oleh berbagai pihak ekstern seperti
instansi yang berwenang
dan masyarakat.
06 Dengan memperhatikan karakteristik dan perkembangan
usaha pengusahaan
hutan dalam kerangka peraturan pemerintah dan peraturan
perundangan yang
berlaku, serta agar pihak yang berkepentingan dapat
mengikuti perkembangan
pengusahaan hutan, diperlukan informasi keuangan
pengusahaan hutan yang dapat
memberikan gambaran mengenai keadaan pengusahaan hutan.
Untuk itu,
diperlukan suatu standar akuntansi yang mengatur perlakuan
akuntansi dan
pelaporan keuangan untuk transaksi yang spesifik dalam
usaha pengusahaan hutan.
07 Standar akuntansi keuangan yang selama ini diatur masih
bersifat umum, dan
belum mengatur praktek-praktek akuntansi bagi industri
tertentu termasuk usaha
pengusahaan hutan. Oleh karena itu, dalam praktek terdapat
berbagai variasi dalam
perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan,
sehingga laporan keuangan
kurang memiliki daya banding antara perusahaan pengusahaan
hutan. Untuk
menciptakan keseragaman dan harmonisasi dalam perlakuan
akuntansi dan
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
penyajian laporan keuangan perusahaan pengusahaan hutan
perlu disusun Akuntansi
Kehutanan.
Dengan berlakunya Akuntansi Kehutanan dalam semua
perusahaan yang berkaitan
dengan pengusahaan hutan, maka diharapkan:
a) Terdapat keseragaman dalam praktek-praktek akuntansi
dan pelaporan keuangan
oleh perusahaan pengusahaan hutan di Indonesia, sehingga
mendorong
terciptanya komparabilitas laporan keuangan.
b) Laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi pihak
ekstern yang tidak terlibat
langsung dalam perusahaan.
c) Pemerintah akan dapat memantau perkembangan dan kondisi
keuangan
perusahaan.
Ruang Lingkup Penerapan Akuntansi Kehutanan
08 Akuntansi Kehutanan disusun dan diberlakukan bagi
perusahaan yang
menjalankan satu atau lebih kegiatan pengusahaan hutan.
LAPORAN KEUANGAN
Neraca
09 Penyajian aktiva dan kewajiban dalam neraca
dikelompokkan menurut urutan
lancar dan tidak lancar. Aktiva diklasifikasikan menurut
urutan likuiditas dan
kewajiban diklasifikasikan menurut urutan jatuh tempo.
10 Komponen-komponen neraca harus disajikan dengan mengacu
pada Standar
Akuntansi Keuangan untuk pos-pos yang bersifat umum dan
mengacu pada
pernyataan ini untuk pos-pos yang bersifat khusus
pengusahaan hutan.
Laporan Laba-Rugi
11 Harga Pokok Penjualan harus disajikan masing- masing
untuk kayu tebangan dan
kayu olahan.
Catatan atas Laporan Keuangan
12 Disamping hal-hal yang wajib diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan
Keuangan sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi
Keuangan, perusahaan
pengusahaan hutan wajib mengungkapkan hal-hal berikut
dalam catatan atas
laporan keuangan:
(a) Realisasi kegiatan dan biaya yang berhubungan dengan
pelaksanaan penanaman
kembali hutan alam seperti Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI), pembinaan dan
perlindungan hutan, penanaman tanah kosong dan usaha-usaha
untuk
kelestarian alam lainnya.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
(b) Pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan.
(c) Rincian luas areal sisa hutan yang belum dikelola
selama sisa masa manfaat HPH.
(d) Sisa umur HPH.
(e) Klasifikasi aktiva tetap dan peruntukannya.
(f) Khusus untuk HTI, diungkapkan realisasi luas tanaman
pada periode berjalan dan
akumulasinya.
(g) Susunan pemegang saham perusahaan, serta penjelasan
mengenai perubahan
pemegang saham selama periode berjalan .
(h) Rincian pendapatan operasional dirinci menurut jenis
kegiatan .
(i) Pemenuhan kewajiban terhadap negara, seperti DR, IHH,
BPPHH, IHPH dan luran
Wajib lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(j) Sehubungan dengan perubahan saldo kewajiban perusahaan
pengusahaan hutan
yang timbul akibat kegiatan pengusahaan hutan, seperti
penanaman kembali,
TPTI, penanaman tanah kosong, penanaman kiri kanan jalan
utama, bina desa
hutan, landscaping dan upaya konservasi lainnya, perlu
diungkapkan hal-hal
berikut:
(i) Saldo awal
(ii) Penyisihan periode berjalan
(iii) Realisasi yang dilakukan selama periode berjalan
(iv) Saldo akhir
(k) Realisasi jenis kegiatan sehubungan pelaksanaan Bina
Desa Hutan dan biayanya.
(I) Sehubungan dengan pembangunan sarana dan prasarana,
maka harus
diungkapkan:
(i) Realisasi pembangunan jalan dan jembatan serta
pemeliharaannya .
(ii) Jenis jalan yang dibangun pada periode berjalan serta
akumulasinya.
(m) Sehubungan dengan persediaan, maka harus diungkapkan
sebagai berikut:
(i) Dasar penentuan harga pokok persediaan.
(ii) Persediaan dikelompokkan antara lain berdasarkan kayu
bulat, kayu olahan,
barang dalam proses dan perlengkapan barang gudang berupa
bahan bakar,
suku cadang dan lain-lain pada tanggal pelaporan.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
(iii) Persediaan yang dijaminkan dan diasuransikan.
PENDAPATAN DAN BEBAN
Pendapatan
13 Pendapatan operasional meliputi pendapatan dari
penjualan hasil hutan, baik
berupa kayu olahan, hasil tebangan maupun hasil hutan
lainnya.
14 Pendapatan harus diakui dengan menggunakan dasar akrual
.
Beban
15 Beban harus diakui dengan menggunakan dasar akrual .
16 Harga pokok produksi kayu tebangan dan hasil hutan
lainnya meliputi beban yang
terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan
seperti: perencanaan,
penanaman, pemeliharaan dan pembinaan hutan, pengendalian
kebakaran dan
pengamanan hutan, pemungutan hasil hutan, pemenuhan
kewajiban terhadap
negara, pemenuhan kewajiban lingkungan dan sosial, dan
pembangunan sarana dan
prasarana. Perlakuan akuntansi untuk kegiatan yang
berkaitan dengan produksi
kayu tebangan dan hasil hutan lainnya diatur sebagai
berikut:
(a) Perencanaan Biaya-biaya yang berhubungan dengan
perolehan Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) termasuk luran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH),
biaya penyusunan
Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) dan Rencana Karya
Lima Tahunan
(RKL) dikapitalisasikan secara terpisah sebagai beban
ditangguhkan dan
diamortisasikan selama masa manfaatnya sebagai biaya
produksi.
Biaya-biaya yang berhubungan dengan penyusunan RKT
dimasukkan sebagai
biaya produksi dalam periode berjalan.
(b) Penanaman Biaya yang berhubungan dengan kegiatan
penanaman pada hutan
alam dibebankan sebagai biaya produksi hasil hutan.
Sedangkan biaya
berhubungan dengan usaha penanaman bukan untuk diproduksi,
misalnya
penanaman untuk hutan lindung, disajikan sebagai beban
lain-lain.
Biaya yang timbul sebagai akibat kegiatan pengusahaan
hutan, seperti: 1) biaya
penanaman kembali untuk jalur tebang yang telah
diproduksi; 2) biaya
penanaman tanah kosong; 3) biaya penanaman kiri-kanan
jalan; 4) landscaping;
dan 5) biaya untuk upaya konservasi lainnya, harus
diestimasi dan dibebankan
sebagai biaya produksi walaupun kegiatannya belum
dilaksanakan. Jumlah
estimasi kewajiban yang masih tersisa harus dievaluasi
setiap akhir periode .
Pada Hutan Tanaman Industri:
(i) Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya
yang berhubungan
dengan usaha penanaman dikapitalisasi sebagai " HTI
dalam pengembangan "
sampai umur siap tebang dan diamortisasi selama jangka
waktu masa konsesi,
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
dan amortisasi dimulai sejak penebangan dilakukan serta
dibukukan sebagai
biaya produksi. Amortisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan metode garis
lurus atau metode Unit of Production.
(ii) Apabila tersedia pohon siap tebang, maka biaya
tersebut dibukukan sebagai
biaya produksi.
(c) Pemeliharaan dan Pembinaan Hutan Biaya yang
berhubungan dengan usaha
pemeliharaan dan pembinaan hutan dibebankan sebagai biaya
produksi.
Kewajiban yang timbul sehubungan dengan pemeliharaan dan
pembinaan hutan
yang belum dilaksanakan sampai dengan tanggal pelaporan,
harus diestimasi dan
disajikan sebagai bagian dari kewajiban.
Pada Hutan Tanaman Industri:
(i) Apabila tidak tersedia pohon siap tebang, maka biaya
yang berhubungan
dengan usaha pemeliharaan dan pembinaan hutan
dikapitalisasi sebagai "HTI
dalam pengembangan" sampai umur siap tebang dan
diamortisasi selama jangka
waktu masa konsesi, dan amortisasi dimulai sejak
penebangan dilakukan serta
dibukukan sebagai biaya produksi. Amortisasi dapat
dilakukan dengan
menggunakan metode garis lurus atau metode Unit of
Production.
(ii) Apabila tersedia pohon siap tebang, biaya yang
berhubungan dengan usaha
pemeliharaan dan pembinaan hutan tersebut dibukukan sebagai
biaya produksi.
(d) Pengendalian Kebakaran dan Pengamanan Hutan
Pembangunan dan atau
pengadaan sarana pengendalian kebakaran dan pengamanan
hutan meliputi
tetapi tidak terbatas pada pembangunan menara api, pos
jaga, pembuatan
hilaran api dan pengadaan mobil pemadam kebakaran
dikapitalisasi sebagai
biaya ditangguhkan dan disusutkan selama masa manfaat
maksimum sampai
akhir masa konsesi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan
usaha pengendalian
kebakaran dan pengamanan hutan meliputi pengerahan tenaga,
penggunaan
bahan dan perlengkapan serta premi asuransi kebakaran
dibebankan sebagai
biaya produksi.
Kewajiban yang timbul sehubungan dengan pengendalian
kebakaran dan
pengamanan hutan yang belum dilaksanakan pada tanggal
neraca, harus
diestimasi dan disajikan sebagai bagian dari kewajiban.
Beban yang timbul
dibebankan sebagai biaya produksi pada periode berjalan
secara akrual.
(e) Pemungutan Hasil Hutan Biaya yang berhubungan dengan
pemungutan hasil
hutan dibebankan sebagai biaya produksi.
(f) Pemenuhan Kewajiban Terhadap Negara Kewajiban
perusahaan pengusahaan
hutan terhadap negara antara lain meliputi Kewajiban
Teknis dan Kewajiban
Finansial. Kewajiban teknis meliputi, tetapi tidak
terbatas pada, Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), Penyajian Evaluasi Lingkungan
(PEL), Rencana
Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
kewajiban
finansial meliputi, tetapi tidak terbatas pada, luran
Hasil Hutan (IHH), Biaya
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan (BPPHH), Dana
Reboisasi (DR) dan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) areal.
Biaya yang berhubungan dengan penyusunan AMDAL, RPL dan
RKL dikapitalisasi
sebagai beban yang ditangguhkan dan diamortisasi selama
masa manfaatnya
sebagai biaya produksi .
Biaya yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban
finansial yang ditetapkan
oleh pemerintah seperti IHH, DR, BPPHH dan PBB areal
dibebankan sebagai biaya
produksi dengan menggunakan dasar akrual.
(g) Pemenuhan Kewajiban Lingkungan dan Sosial Kewajiban
terhadap lingkungan
dan sosial antara lain mencakup bina desa hutan/Pembinaan
Masyarakat Desa
Hutan (PMDH).
Biaya yang berhubungan dengan studi diagnostik bina desa
hutan/PMDH
dibukukan sebagai beban ditangguhkan dan diamortisasi
selama masa
manfaatnya sebagai biaya produksi. Sedangkan biaya yang
berhubungan dengan
pelaksanaan bina desa hutan/PMDH dibebankan sebagai biaya
produksi.
(h) Pembangunan Sarana dan Prasarana Biaya pembangunan
jalan induk dan
cabang dikapitalisasi dan disusutkan selama masa
manfaatnya dan dibukukan
sebagai biaya produksi. Biaya pembangunan jalan ranting
dibebankan sebagai
biaya produksi.
Beban Usaha
17 Pada Hutan Tanaman Industri, Beban Umum dan
Administrasi yang tidak
berkaitan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan dan
pembinaan hutan
dibukukan sebagai Beban Umum dan Administrasi.
Beban Penghentian Produksi
18 Beban penghentian produksi yang disebabkan kejadian
normal dan rutin seperti
yang disebabkan karena keadaan cuaca/musim, dibukukan
sebagai biaya produksi.
19 Beban penghentian produksi lainnya, seperti yang
disebabkan oleh bencana
alam/kebakaran, disajikan sebagai pos luar biasa.
AKTIVA
Persediaan
20 Hasil hutan yang telah berada di TPN dan lokasi
pengumpulan/penimbunan hasil
hutan harus dibukukan sebagai Persediaan.
Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam pengembangan
21 Perusahaan pengusahaan hutan yang melaksanakan beberapa
kegiatan
pengusahaan hutan termasuk HTI, harus menyajikan biaya
yang ditangguhkan
dalam pelaksanaan pembangunan HTI terpisah dari biaya
ditangguhkan lainnya
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
dalam akun tersendiri yaitu "HTI dalam
pengembangan". Akun ini disajikan di Neraca
setelah Aktiva Lancar dan sebelum Aktiva Tetap.
22 Pada Hutan Tanaman Industri, biaya bunga pinjaman yang
terjadi dikapitalisasi
selama masa satu daur sebagai "HTI dalam
pengembangan" dan diamortisasi selama
masa konsesi sebagai biaya produksi.
Biaya Ditangguhkan
23 Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan perusahaan
pengusahaan hutan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode
akuntansi, seperti biaya
perolehan HPH termasuk IHPH, biaya penyusunan RKPH dan RKL
dan biaya yang
berhubungan dengan pelestarian lingkungan, dibukukan
sebagai Biaya
Ditangguhkan, dan diamortisasi sesuai dengan taksiran masa
manfaatnya. Biaya
Ditangguhkan harus disajikan tersendiri di Neraca.
KEWAJIBAN DAN EKUITAS
Pembangunan HTI
24 Dana yang diterima untuk proyek HTI diperlakukan
sebagai berikut:
(a) Dana yang diterima oleh perusahaan sebagai penyertaan
modal disajikan sebagai
bagian ekuitas.
(b) Dana yang diterima oleh perusahaan selain untuk
penyertaan modal disajikan
sebagai bagian kewajiban.
Kewajiban Pengusahaan Hutan
25 Taksiran sisa kewajiban sehubungan dengan kewajiban
penanaman kembali,
TPTI, penanaman tanah kosong, penanaman kiri kanan jalan
utama, bina desa
hutan, landscaping dan upaya konservasi lainnya yang belum
dilaksanakan
sampai dengan tanggal pelaporan, harus dibukukan sebagai
kewajiban, dan
disajikan sebagai bagian kewajiban lain-lain.
26 Apabila jumlah kewajiban tersebut di atas tidak
diketahui dengan pasti,
kewajiban tersebut harus diestimasi dengan layak. Setiap
akhir periode
pelaporan, harus dilakukan evaluasi terhadap taksiran sisa
kewajiban dan apabila
perlu dilakukan penyesuaian terhadap taksiran sisa
kewajiban tercatat.
Penyesuaian tersebut harus dibebankan pada biaya produksi.
MASA TRANSISI
27 Perlakuan akuntansi yang diatur dalam Pernyataan ini
diberlakukan secara
prospektif. Apabila pada saat pertama kali menerapkan
Pernyataan ini perlu
dilakukan penyesuaian terhadap kewajiban pengusahaan hutan
maka biaya yang
timbul dapat ditangguhkan dan diamortisasi selama sisa
umur HPH.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
TANGGAL EFEKTIF
28 Pernyataan ini berlaku efektif untuk penyusunan laporan
keuangan yang
mencakupi periode pelaporan yang dimulai atau setelah
tanggal 1 Januari 1995.
Perlakuan yang lebih dini sangat dianjurkan.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
DAFTAR ISTILAH
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan.
Environmental Impact Assessment is a result of studies on
the impact of planned
activities for the environment which is required for the
decision making process.
Biaya Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan {BPPHH /
Grading fee).
Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan dalam rangka
mencapai optimalisasi
pemanfaatan hasil hutan yang meliputi penetapan jenis,
penetapan ukuran
(Volume/Berat ) & Penetapan - Kualitas HH .
Grading fee is an expenditure provided for activities
which optimalize the utilization
of forest products, which are included a determination of
types, sizes (volume),
weight and quality of forest products.
Beban Penghentian Produksi
Dalam kegiatan pengusahaan hutan, penghentian produksi
adalah hal yang lazim
terjadi. Penghentian produksi dapat terjadi karena
beberapa hal seperti karena:
Cuaca/Musim
Keadaan cuaca atau musim tertentu menyebabkan perusahaan
tidak dapat
melakukan pemungutan hasil hutan, namun biaya produksi
tertentu harus
dibebankan. Beban Penghentian produksi yang seperti yang
disebabkan karena
keadaan cuaca/musim, dibukukan sebagai biaya produksi.
Beban penghentian
produksi lainnya seperti yang disebabkan oleh bencana
alam/kebakaran, disajikan
sebagai pos luar biasa.
Dana Reboisasi (DR)
Dana yang dipungut dari pemegang Hak Pengusahaan Hutan,
Hak Pemungutan Hasil
Hutan dan Ijin Pemanfaatan Kayu, dalam rangka Reboisasi,
Pembangunan Hutan
Tanaman Industri dan Rehabilitasi Lahan Hutan
Reforestation Funds are funds collected from the Forest
Consession Holders, Forest
Product Collection Right and Wood Utilization Permit,
Reforestation and
establishment of Industrial Timber Estate and Forest Land
Rehabilitation.
Hutan
Suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara
keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya
dan yang ditetapkan
oleh Pemerintah sebagai hutan.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
Hak untuk mengusahakan hutan dalam suatu kawasan hutan
yang kegiatan-kegiatan
penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan,
pengolahan dan pemasaran
hasil hutan sesuai dengan Re ncana Karya Pengusahaan Hutan
menurut ketentuanketentuan
yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan
azas
perusahaan .
Hutan Tanaman Industri (HTI)
Hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan
potensi dan kualitas
hutan produksi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan simikultur intensif
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasi! hutan.
Iuran Hasil Hutan (IHH)
Pungutan yang dikenakan pengganti sebagian nilai intrinsik
daripada hasil hutan
yang dipungut.
Forest Product Fees: are fees charged to subtitute partly
of the intrinsic values of the
harvested forest products.
luran Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Pungutan yang dikenakan kepada pemegang Hak Pengusahaan
atas sesuatu
kompleks hutan tertentu pungutan-pungutan mana dila kukan
hanya sekali pada saat
hak tersebut diberikan oleh pejabat yang berwenang.
License Fees (Forest Concession Fees): are fees charged to
the forest concession
holders for their Forest Utilization Right of certain
forest areas given them and issued
by the authority, the fees are charged only once upon the
establishment of these
right.
Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH)
Industri yang mengolah langsung kayu bulat dan/ atau bahan
baku serpih .
Primary Wood Industries: are industries which are
processing lo gs and/or Chips
directly.
Log pond antara Tempat penimbunan air
Pemegang HPH
Badan Hukum Indonesia yang diberi HPH oleh Menteri
Pertanian.
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
Telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan, zona
lingkungan tempat kegiatan, kemungkinan timbulnya dampak
lingkungan oleh
kegiatan tersebut, dan rencana tindakan pengendalian
dampak negatifnya.
Statement on Environmental lnformation: is a general
examination on the plan of
activities, environmental zone at sites of the activities,
possible environmental
impacts due to those activities, and plan for controlling
its negative impacts.
Perencanaan Hutan
Penyusunan pola tentang peruntukan, penyediaan pengadaan
dan penggunaan
hutan secara guna dan lestari serta penyusunan pola
kegiatan-kegiatan
pelaksaannya menurut ruang dan waktu.
Persediaan
Persediaan meliputi tetapi tidak terbatas pada hasil
tebangan, kayu olehan, barang
dalam proses, suku cadang (spare parts), bahan pembantu
dan perlengkapan. Hasil
tebangan atau kayu bundar (log) biasanya ditemukan di tiga
lokasi, yaitu lokasi
tebangan (TPN), lokasi pengumpulan / penimbunan hasil
hutan (log pond/log pond
antara/log yard) dan log pond industri (IPKH). Hasil hutan
yang telah di TPN dan
lokasi pengumpulan/penimbunan hasil hutan harus dibukukan
sebagai persediaan.
Perlindungan Hutan
Usaha pencegahan dana penanggulangan kerusakan hutan dari
erosi, kebakaran,
pencurian, perambahan, hama / penyakit serta pencegahan
kemusnahan flora dan
fauna.
Pemenuhan Kewajiban Lingkungan dan Sosial
Kewajiban terhadap lingkungan dan sosial antara lain
mencakup bina desa hutan /
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Biaya yang
berhubungan dengan studi
diagnostik bina desa hutan/PMDH dibukukan sebagai beban
ditangguhkan dan
diamortisasi selama masa manfaatnya sebagai biaya
produksi. Sedangkan biaya
yang berhubungan dengan pelaksanaan bina desa hutan/PMDH
dibebankan sebagai
biaya produksi.
Pembangunan Sarana dan Prasarana
Pembangunan sarana dan prasarana meliputi tetapi tidak
terbatas pada, pembuatan
jalan induk, jalan cabang dan jalan ranting. Pengertian
jalan induk, jalan cabang dan
jalan ranting adalah pengertian yang bertahap atau
hirarkis. Dengan kata lain, tidak
ada jalan cabang tanpa adanya jalan induk, dan tidak ada
jalan ranting tanpa
adanya jalan cabang. Biaya-biaya pembangunan jalan induk
dan cabang
dikapitalisasi dan disusutkan selama masa manfaatnya dan
dibebankan sebagai
biaya produksi sedangkan biaya pembangunan jalan ranting
dibebankan sebagai
biaya produksi .
PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan
Rencana Karya Lima Tahun Pengusahaan Hutan (RKLPH)
Jabaran, penyesuaian dan pemantapan lima tahunan dari
Rencana Karya
Pengusahaan Hutan.
Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan (SEMDAL)
Hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan pembangunan
yang sedang berjalan
dan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan.
Evaluasion Study on the Environmental Impact is a result
of study on the impact of
the on going development activities to the environment
that necessity for decision
making process.
Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
{SK. HPHTI)
Ijin beserta ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Menteri
Kehutanan kepada
Badan Usaha Milik Negara, Swasta, dan atau Koperasi untuk
mengusahakan Hutan
Tanaman Industri.
Timber Estate Concession Right: is a license including its
rule given by the Minister of
Forestry to the State Enterprises, Private Enterprises
and/or Coorporatives to engage
in Timber Estate.
Tebang Pilih Tanam Indonesia {TPTI).
Sistem simikultur meliputi cara penebangan dengan batas
diameter dan permudaan
hutan
Indonesia's Selective Cutting and Planning is simicultural
system including means for
cutting with limited diameter and forest regeneration.
Tempat Pengumpulan Kayu (TPN).
Tempat untuk pengumpulan kayu-kayu hasil penebangan di
sekitar tempat tebang
yang bersangkutan.
Timber Collection Site is a place to collect timbers
resulted from tree cutting
activities at the cutting areas.
Tempat Penimbunan Kayu Industri Pengolahan Kayu Hulu (Log
Pond
Industri)
Tempat penimbunan kayu di industri pengolahan kayu hulu
yang mempunyai fungsi
menerima, menimbun dan mengeluarkan kayu bulat dan atau
bahan baku serpih di
industri yang bersangkutan. (Kep. Men. Hut. 402/KptsJV/90)
Timber storage at Primary Wood Industries Site is a place
to store timbers with the
functions to receive collect/store and release logs and/or
raw- material for chips at
the industry.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
patrick is mine!
Patrick is Love
day month year
my facebook :)
About Me
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar